Minggu, Desember 21, 2008

Wakil Rakyat

Menurut saya wakil rakyat tidak harus berlatar belakang politik.Memang dunia politik memiliki seribu peta buta.Seorang wakil rakyat wajib punya komitmen berkarya, bekerja sungguh sungguh untuk kesejahteraan orang banyak.Gak usah mikirin urusan politik kelas tinggi, kita pikirin yang konkret konkret saja, yang langsung berdampak pada warga banyak.

Wakil rakyat (dalam hal ini DPR RI, kursi yang saya tuju) bukanlah wilayah eksekusi--eksekutif - eksekutor.Wakil rakyat yang ada di DPR berada di wilayah legislasi...Memiliki daya DORONG, daya TEKAN dan daya PUSH kepada eksekutif, dalam hal ini pemerintah..memperjuang kan/memberi daya TEKAN daya PUSH terhadap jalannya pemerintahan, khususnya yang terkait pada hal hal YANG BISA BERMANFAAT BUAT ORANG BANYAK.

Kelak jika ada jodoh saya duduk di DPR RI, maka saya hanya salah satu dari sekitar 500 anlebih anggota DPR RI, yang harus berjuang bersama sama mereka.Sehebat apa pun daya TEKAN dan DAYA PUSH saya, jika tidak mendapat dukungan dari anggota yang lain, juga akan sia-sia...Tapi semua itu harus kita mulai...Dan tak ada kata menyerah

Sebagai orang yang datang dari latar belakang seni, wartawan dan bisnis, dan datang dari daerah pemilihan ibukota (dapil DKI JAKARTA II, jakarta selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri), saya ingin memberi daya TEKAN dan DAYA dorong kepada hal hal berkait dengan kenyamanan warga Jakarta, antara lain misalnya persoalan transportasi ibukota, kemacetan.....juga memberi ruang yang proporsional kepada kehidupan kesenian berikut seniman nya..saya percaya, dunia kesenian dan senimannya merupakan MATA UANG BARU yang jika dikelola dengan baik serta kreatif maka akan mensejahterahkan orang banyak…semua itu memerlukan kerja keras`dan dukungan dalam rangka implementasinya..saya meyakini, BISA
Saya meyakini kekuatan kreativitas mampu menjawab tantangan yang menghadang …THE POWER OF CREATIVITY

Minggu, Desember 14, 2008

Teater Mandiri Lebaran di Korea

Setelah sukses di Praha dan Bratislava pada bulan Juni yang lalu, Teater Mandiri mendapat undangan untuk main di Korea. Direktur International FolkArt Festival of Yangju di Korea, Mr. Sohn Jin Chaek setelah bertandang ke markas Teater Mandiri di Astya Puri Cirendeu, melihat potongan pertunjukan dan berdiskusi tentang eksistensi Mandiri, langsung meminta Mandiri berpartisipasi dalam festival yang akan diikuti oleh beberapa negara itu, antara lain Thailan dan Jepang yang berlangsung tg 2 s/d 5 Oktober. Teater Mandiri akan berangkat pada hari Lebaran, 1 Oktober.

Menurut Mr. Sohn (sutradara Michoo Theater Company yang konon menyutradarai pembukaan Olimpiade di Korea), pada awalnya memang Festival Yangju adalah Festival seni rakyat. Tetapi mulai tahun ini, ada perubahan besar. Seni rakyat digabungkan dengan seni kontemporer, untuk menambah warna festival. Buat Teater Mandiri kedua aspek itu memang selama ini sudah menjadi basis perjalananan Mandiri.

Dengan mengangkat dan sekalian berguru pada seni tradisi dan seni rakyat, Teater Mandiri mengambil posisi pertunjukan sebagai “tontonan”. Penonton adalah bagian dan bisa langsung terlibat pada pertunjukan sehingga melahirkan peritiwa. Tidak hanya seni akting, tapi seni musik, tari, serta seni rupa juga dipergunakan serentak dalam tontonan sebagaimana yang dikenal dalam teater tradisi. Para pemain Teater Mandiri juga seperti di dalam teater rakyat, semuanya adalah pekerja.

Karena waktunya pendek sedangkan ada keterbatasan dalam jumlah personal pendukung, Teater Mandiri memutuskan untuk mengusung kembali lakon ZERO yang sudah pernah sukses di Taipe, Cairo, Praha dan Bratislava. Hanya saja ZERO kali ini sudah mencapai generasi ke IV, dengan banyak perubahan serta tambahan sehingga nyaris menjadi pertunjukan baru.

Rombongan Teater Mandiri yang dibiaya oleh festival hanya 8 orang,. Beruntunglah Egy Massadiah, anggota Teater Mandiri yang kini sudah menjadi produser berhasil mengerahkan dana sehingga jumlah personil ditingkatkan menjadi 13 orang. Mereka itu adalah: Putu Wijaya (pemain dan sutradara), Yanto Kribo, Alung Seroja. Ucok Hutagaol, Wendy Nasution, Fien Hermini, Bambang Rsmantoro, Sukardi Djupri, Agung Wibisana, Dewi Pramunawati, Taksu Wijaya dan Egy Massadiah (semuany6a pemain) dengan Wahyu Sulasmoro sebagai pemusik.

Sebagaimana biasa, Teater Mandiri juga meminta beberapa orang di Korea untuk ikut bermain, berkolaborasi, sehingga bukan hanya tontonan yang tercipta tetapi juga persentuhan kultural. Ini memang merupakan bagian dari missi Mandiri sejak dulu. Kami tak pernah lupa menempatkan tontonan sebagai alat untuk diplomasi publik. Menambah pengertian mancanegara pada Indonesia dan sebaliknyta mencoba lebih memahami mancanegara untuk membina persahabatan. Kami berharap kiranya itu dapat ikut membantu menegakkan kembali citra Indonesia di mata mancanegara. (TEATER MANDIRI)

Sekilas Teater Mandiri, by Putu Wijaya

Teater Mandiri didirikan di Jakarta pada 1971. Kata mandiri berasal dari bahasa Jawa, yang dipopulerkan oleh Professor Djojodigoena dalam kuliah sosiologi di Pagelaran, Yogyakarta, pada tahun 60-an. Artinya orang yang sanggup berdiri sendiri, namun juga bisa bekerjasama dengan orang lain. Kata itu nampak sangat dibutuhkan dalam pembangunan kepribadian/jatidiri bangsa,di era lepas dari penjajahan phisik namun masih digondel banyak hambatan secara mentalitas..
Mula-mula Teater Mandiri membuat pertunjukan untuk televisi (Orang-Orang Mandiri, Apa Boleh Buat, Tidak, Kasak-Kusuk, Aduh). Aduh dan Kasak-Kusuk walaupun sudah direkam tetapi tidak disiarkan karena situasi politik saat itu. Selanjutnya dengan lakon ADUH, pada 1974 Teater Mandiri mulai main di TIM. Sejak itu Teater Mandiri setiap tahun muncul di TIM dan Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Naskah yang pernah dipentaskan: Anu, Lho, Entah, Nol, Blong, Hum-Pim-Pah, Awas, Dor, Edan, Aum, Gerr, Los, Tai, Aib, Yel, Bor, Ngeh, Wah, War, Luka, Dar-Der-Dor, Zoom, Jangan Menangis Indonesia, Zetan, Zero, Cipoa) dll.
Semua naskah itu ditulis dan disutradarai oleh Putu Wijaya. Hanya satu kali teater Mandiri mmentaskan naskah lain, yakni The Coffin Is Too Big for The Hole karya Kuo Pao Kun (Singapura) untuk Festival Asia di Tokyo pada tahun 2000. Alasan Putu hanya memainkan naskahnya sendiri, adalah karena dia tidak hanya ingin menyutradarai pertunjukan tetapi juga menghasilkan naskah – sesuatu yang memang sedang diupayakan dalam kehidupan teater modern di Indonesia.
Naskah-naskah Teater Mandiri memang memiliki sesuatu yang khusus. Judulnya hanya satu kata. Karena dalam kata-kata seruan yang umumnya terdiri dari satu suku kata seperti wah, lho, dor dan sebagainya, tersimpan banyak rasa dan pengertian. Ambuitas kata-kata itu menimbulkan kelucuan, keanehann tetapi juga kedalaman bagi yang suka berpikir.
Tokoh-tokohnya rata-rata tidak bernama, bahkan tidak jelas latar belakangnya, sehingga hanya mirip seperti ide sana. Ini untuk mengantisipasi kemajemukan di In donesia yang meliputi banyak hal. Perbedaan bahasa, idiologi, agama, standar sosial, pendidikan dan sebagainya. Dengan membuat karakter seperti tokoh dongeng, lakon jadi netral, bisa diadaptasikan ke mana saja. Memang resikonya, lakon jadi tidak eksklusif.
Pertunjukannya Teater Mandiri cenderung menjadi seperti esei visual. Nyaris teater seni rupa. Jenis pertunjukan ini pernah sangat sukses waktu pertunjukan LHO di Teater Arena TIM. Tetapi dua pertunjukan visual yang tanpa naskah berikutnya (ENTAH dan NOL) tidaki diminati penonton, sehingga Teater Mandiri kembali kepada kata. Namun sejak 1991, karena menjadi utusan Indonesia di dalam KIAS , bermain di 4 kota Amerika yang tidak paham bahasa Indonesia dan Mandiri sendiri tak mampu memainkan lakon dalam bahasa Inggris, Teater Mandiri dengan pertunjukan Yel kembali pada elemen visual, sampai sekarang.
Biasanya, karena memang struktur naskahnya, sekali masuk pentas, pemain Teater Mandiri hampir tidak keluar lagi. Ini terjadi (sejarahnya) untuk menghindarkan pemain yang kebanyakan bukan aktor kehilangan konsentrasi dan ngeloyor main-main kie tempat lain. Jadi pertunjukan Teater Mandiri memang seperti sebuah peperangan. Cepat, keras dan padat. Paling banter sekitar 90 menit.
Sebagai kelompok, Teater Mandiri bukan sebuah organisasi tetapi adalah peguyuban. Tempat berlatih, bertemu dan mengembangkan diri. Bergabung dengan Teater Mandiri tak hanya untuk menjadi pemain teater, tetapi juga mengembangkan jati diri untuk memperoleh kemandirian. Egy Massadiah, salah seorang anggota Teater Mandiri kini sudah menjadi pengusaha muda yang sukses. Ia mengaku di dalam mengatur taktik dan strategi di dalam binis, ia mempraktekkan motto dan kiat kerja yang diopelajarinya waktu masih aktig di Teater mandiri.
Teater Mandiri memiliki 2 acuan dalam bekerja.
Pertama : “Bertolak Dari Yang Ada”. Maknanya adalah untuk mengajak anggotanya belajar untuk menerima, menghayati apa yang ada dan kemudian memanfaatkannya, mengotimalkannya untuk mencapai yang dikehendaki. Dengan dasar ini tak ada yang tak dapat menghentikan proses. Semua kelemahan diberdayakan menjadi kekuatan. Proses menjadi sangat penting, lebih penting dari hasil. Para pendukung diajak belajar bekerja gotong-royong sebagai sebuah tim yang kompak. Sebagaimana juga kehidupan, produk tidak pernah selesai, selalu berkembang dan tumbuh.
Kedua: “Teror Mental”. Teror mental adalah kegoncangan pada jiwa yang membangkitkan seseorang berpikir kembali, sehingga waspada. Bagi Teater Mandiri, tontonan tidak semata-mata bertujuan untuk menghibur. Bahwa tontonan memiliki fungsi menghibur memang dimanfaatkan. Tetapi yang hendak dikejar adalah mengguncang batin, sehingga tercipta pengalaman spiritual. Diharapkan baik dalam diri penonton, maupun para pendukung akan bangkit kesadaran baru. Teater yang memiliki berbagai aspek, dikembangkan secara maksimal untuk membentuk jatidiri.
Anggota Teater Mandiri dari berbagai kalangan. Mahasiswa/pelajar, pegawai negeri/karyawan, wiraswata, pengangguran, dosen/guru, bintang film/sinetron, tukang sapu, tukang parkir bahkan juga bekas narapidan, pemulung serta orang yang cacad tubuh.. Hanya sedikit aktor/pemain yang benar-benar pemain mau bergabung, sehingga Teater Mandiri pernah dijuluki people theater oleh seorang sutradara dari Taiwan. Di dalam Teater Mandiri keaktoran yang memerlukan “peran” kadangkala mengganggu, karena, naskah bisa dirombak dan dipreteli serta dialog dibagi-bagi seperti membagi tugas sesuai dengan desa-kala-patra.
Desa-kala-patra (tempat-waktu-suasana) adalah konsep kerja dalam kerifan lokal di Bali memang mendasari proses bekerja di Mandiri. Denga cara kerja Bertolak Dari Yang Ada, tak ada yang bisa menghalangi apa yang ingin dikerjakan, asalkan mengadaptasi desa-kala-patra secara kreatif. Bahkan konsep pun bila perlu akan kami langgar dan tolak sendiri, kalau memang sudah tidak sesuai/terbukti tidak benar lagi dari sudut desa-kala-patra. Apakah itu berarti tidak punya pendirian? Entahlah, kami hanya ingin tumbuh, berkembang dan hidup yang wajar, tidak terkekang oleh dogma-dogma yang salah atau kedaluwarsa.
Pada awalnya Teater Mandiri juga seperti teater-teater yang lain, menitikberatkan persembahan pada kata. Cerita dan tokoh-tokoh sangat penting. Konflik pun menjadi utama. Hanya saja bedanya, cerita di dalam Teater Mandiri yang khusus dibuat, adalah semacam karikatur atau dongeng. Penonton tidak diminta percaya pada apa yang terjadi di panggung (empati). Bahkan penonton diyakinkan bahwa apa yang terjadi di panggung adalah kepura-puraan yang diulebih-lebihkan. Yang dipentingkan adalah suasana. Orang banyak atau massa menjadi tokoh berhadapan dengan individu. Sementara individu sendiri adalah juga bagian dari kelompok.
Bagi Teater Mandiri yang penting bukan apa yang terjadi di panggung, tetapi apa yang kemudian terjadi di dalam sanubari penonton. Tontonan – itu istilah Teater Mandiri untuk menamakan penampilannya, adalah semacam anggur/tuak/berem. Akibat-akibat dari apa yang diminum itulah yang lebih penting. Teater mandiri percaya bahwa tontonan adalah sebuah spiritual yang memberikan pengalaman spiritual, baik pada penonton maupun pemain sendiri.
Dialog-dialog Teater Mandiri, blak-blakan, keras, kasar, tetapi selalu lucu. Menghindar dari mencerca/mengejek orang lain, sehingga kritikan-kritikan sosialnya kadangkala tidak jelas. Lebih mengarah pada dan menjadikan dirinya sendiri sebagai bulan-bulanan, sebagai provokasi untuk mengajak semua orang untuk mawas diri. Mungkin itu sebabnya, Teater Mandiri sampai sekarang tidak pernah berhubungan dengan “yang berwajib”
Pada tahun 1975 dalam pertunjukan LHO, tontonan diakhiri dengan mengundang penonton keluar. Lalu para pemain yang telanjang bulat di dalam gerobak sampah, dibuang ke kolam seperti limbah. Sementara di kolam beberapa orang kampung jongkok berak, membicarakan masalah-masalah politik. Untuk itu Gubernur Ali Sadikin marah. Putu pun dipanggik ke Komdak untuk ditanyai.
Ketika ditanya oleh wartawan apa reaksi Putu, Putu hanya menjawab, bahwa seandainya dia Gubernur dia juga akan melakukan persis seperti yang dilakukan oleh Ali Sadikin. Belakangan memang ketahuan bahwa Ali Sadikin sengaja mendahului marah untuk melindungi TIM,. Sudah lama TIM mau dijamah dan diawasi aparat, karena itulah satu-satunya tempat bebas yang tidak kena sensor saat itu.
Teater Mandiri sudah melakukan pertunjukan di Amerika (Wesleyan, CalArt, New York, Seatle), Jepang (Tokyo, Kyoto), Hong-Kong, Singapura, Taipeh, Hamburg, Cairo. Dan pada bulan Juni 2008 akan ke Praha dan Bratislava. Kolaborasi dan workshop selalu diupayakan di tempat kunjungan, sehingga teater menjadi peristiwa tukar pengalaman yang menumbuhkan pengertian. Jadi dalam pertunjukan juga terjadi proses pembelajaran buat para anggota Teater Mandiri sendiri.
Putu Wijaya sendiri sudah pernah menyitradarai pertunjukan di Amerika dan main di LaMaMa New York. Pada tahun 2004 Putu menyutradarai di Beograd. Bulan Juni 2007 diminta LaMaMa untuk menjadi instruktur para sutradara dalam lokakarya di Umbria, Itali. Dari pengalaman perjalanan itu, jelas sekali teater modern Indonesia memiiliki peluang untuk hadir di percaturan teater dunia..
Apa yang dipraktekkan oleh Teater Mandiri — yang sangat memuliakan kearifan lokal (Indonesia) – adalah salah satu langkah kecil untuk membuat sejarah teater dunia memperhitungkan bukan hanya teater tradisi Indonesia tetapi juga teater modern Indonesia yang merupakan kelanjutan dari teater tradisinya. Sejak tahun 90-an, Teater mandiri memang lebih banyak main di mancanegara, meskipun tetap berusaha minimal sekali setahun di Tanah Air.
Anggota Teater Mandiri yang masih aktip sekarang antara lain: Yanto Kribo, Alung Seroja, Ucok Hutagaol, Arswendy Nasution, Fien Hermini, Aguy Sabarwati, Diyas Istana, Bambang Ismantoro, Sukardi Djufri, Agung Anom Wibisana, Kleng Edy Sanjaya, Umbu LP Tanggela, Chandra, Rino, Dr Soegianto, Corin Danuasmara, Cobina Gillitt, Dewi Pramunawati, Putu Wijaya. Para artis yang pernah main di Mandiri: Warkop, Dewi Yull, Dewi Irawan, Rachael Mariam, Butet Kertaredjasa dan Rieke Dyah Pitaloka
Memang anggota Mandiri itu-itu juga. Yanto Kribo, misalnya sudah ikut Mandiri sejak 1974. Dalam pertunjukan War di Taipeh, seorang Professor bertanya, mengapa Mandiri tidak melakukan kaderisasi dan mempergunakan pemain-pemain muda. Putu menjawab: “Pertanyaan Anda seperti mau mengatakan bahwa umur adalah ukuran kekuatan. Orang-orang yang berumur ini jauh lebih kuat sekarang dibandingkan dengan ketika mereka pertama kali ikut saya. Kribo sekarang jauh lebih tangguh dari Kribo 30 tahun lalu! Di samping itu saya memang tidak memaksakan kaderisasi, karena itu tidak tak ada gunanya. Ini orang-orang datang sendiri pada saya dan pergi sendiri kalau mereka tidak butuh. Memang tidak banyak yang tertarik pada teater seperti Teater Mandiri. Kalau nanti benar-benar tidak ada lagi, ya apa boleh buat, saya akan main sendiri.”
Sejak pementasan ZAT pada tahun 1982, Teater Mandiri selalu didampingi Harry Roesly dan DKSB untuk musik. Harry Roesly sangat cocok dengan Putu. Seringkali tidak diperlukan latihan, langusng saja main. Kadang-kadang Harry menganggap gambar-gambar di pentas sebagai partitur dan sebaliknya sering Putu menganggap musik Harry Roesly sebagai naskah. Duo ini berkelanjutan sampai pertunujukan WAR 2004, karena kemdian Harry Roesly mendahului. Sampai sekarang Teater Mandiri belum mendapatkan gantinya.
Satu lagi pendukung setia Teater Mandiri adalah Rudjito. Penata artistik ini selalu berproses selama pertunjukan, sehingga “set” baru rampung sesudah pertunjukan berakhir. Pernah dalam pertunjukan DOR di Teater Arena, 2 hari sebelum pertunjukan, Rujito minta supaya set dibalik. Di dalam hati Putu marah sekali. Sebagai pemain utama yang memainkan peran Hakim, Putu jadi terpaksa membelakangi penonton terus-menerus. Tetapi karena merasa tertantang, Putu menyambut tantangan itu. Nyatanya memang lebih bagus.
Tantangan bagi Teater Mandiri memang buka halangan, tetapi kesempatan. Kendala bukannya menghambat, tetapi justru memberikan inspirasi untuk meloncat lebih tinggi sehingga menghasilkan surprise. Karena itu dalam masa penih kekangan di masa lalu, teater Mandiri tidak pernah merasa kebebasannya dipasung. Di mana ada halangan atau penindasan di situ ada pelung untuk berkelit. Teater Mandiri percaya, di setiap kegagalan selalu bersembunyi janji asal berani dan mau meraihnya.

MATA UANG BARU

Krisis dan kesulitan kini menghujani semua orang...datangnya bak air bah yang bergemuruh...Tapi yakinlah, bagi yang berpikir kreatif, krisis dan kesulitan adalah juga "rahmat dan hidayah Nya". Terpikir dalam benak saya, bahwa krisis dan kesulitan adalah jenis "mata uang baru” yang jika kita mampu mensiasati nya maka merupakan alat "bayar" dan sumber "laba" yang sangat menggiurkan.

Saat minyak bumi makin menipis, saat hasil hutan hutan sangat terbatas, saat sumber sumber sumber energi berkurang, maka dampak dari kesulitan dan krisis telah melahirkan "mata uang baru" . Mata uang tersebut membrojol dari perut manusia manusia yang terlatih memahat kecerdasannya yang bernama kreatifitas.Manusia alot tak pantang menyuruh.Manusia manusia ini akan muncul menggoyang dunia dan merupakan sumber inspirasi untuk kita eksplore bersama.

Beruntunglah para insan insan seni yang tetap jenius mengelola apa adanya menjadi sebuah apa apa.Semacam konsep "bertolak dari yang ada" yang saya temukan di teater mandiri (sebuah kelompok teater kere namun setiap tahun tetap mampu melalanglang buana, ngamen bersama puncak puncak kebudayaan lainnya di manca Negara seraya secara diam diam mengharumkan nama bangsa)


Di dalam konsep "bertolak dari yang ada" kami tidak pernah tergantung dengan tuntutan tuntutan yang "mesti" dan "harus" ada.Ini bukan bentuk kepasrahan atau pun kekalahan namun merupakan jalan cerdas mengkompromikan segala keterbatasan, seraya memproklamirkannya sebagai sebuah kekuatan baru.

Kini krisis dan kesulitan telah datang.Jawabnya hanya tetap kreatif, tetap kreatif, optimis dan terus lah dinamis, terus bekerja dengan sungguh sungguh disertai iringan doa yang tak pernah henti hentinya.

Pelangi kehidupan selalu terbit saat akan datangnya mendung dan hujan...Tak pernah ada pelangi yang mampu kita nyanyikan pada saat matahari terik...Gambar yang indah lahir dari cahaya yang terbatas...maka teruslah menari di bawah nya...Karena sekali lagi saya meyakini "mata uang baru" itu memang akan datang.

Tabik nanti disambung lagi

Selasa, Desember 09, 2008

Sajak Malam

saat mata tak terpejam
kemanakah kubaringkan hati ini
karena kicau mu begitu sunyi
hingga tak terdengar dalam riaknya ramai

bola bola malam menggelinding hening
membasuh keheningan pagi
saat jemari tak lagi lentik
merajut luka bangsa

indah kah damai itu
meski kutahu kau sedang menyiapkan pesta peperangan
karena didalamnya ada kepahlawanan
meski harus menguliti jasad sendiri

cipete akhir 2008

Kekuatan Kreativitas - Sebuah Essay Akhir Tahun

Ketika kita tercabik cabik oleh dahsyatnya resesi global, terbetot oleh kerasnya kehidupan, muncullah pertanyaan, perahu apa yang mampu menyelamatkan kita dari badai yang menerjang melebihi murka hebat tersebut?Pelampung apa yang bisa mengapungkan kita agar mampu hanyut ke pantai harapan?

Sejumlah teori pun mengucur.Para pakar dan ahli berbusa membahasnya.Namun belum satu jua yang mampu menuntaskan persoalan.Gosip yang mengkhawatirkan pun berseliwerin, menara ekonomi segera ambruk.Jutaan manusia akan tertindih di bawahnya, seraya menunggu maut kemiskinan bakal menghirup secara perlahan.

Ketakutan ketakutan pun menebar.Bagai virus yang yang menggelinding, tak peduli beton sekokoh apa pun di depannya.Resesi global seakan menjadi pembunuh berdarah dingin yang siap merenggut kenikmatan manusia.

Apa yang harus kita lakukan...?Menggali lubang sedalam dalamnya seraya membenamkan diri di dalamnya, sambil berdoa semoga resesi global dapat berbelok ke arah yang lain.Tentu saja tidak semudah itu.

Saya sangat meyakini, jawaban dari semua ketakutan tersebut adalah mendenyutkan kembali apa yang di namakan THE POWER OF CREATIVITY (kekuatan kreativitas).Sejarah telah mengajarkan, kreativitas tak pernah usang dalam situasi sesulit apa pun.Kreativitas adalah jawaban tuntas terhadap segala badai yang kini datang menerjang.

Di perlukan pemimpin yang tidak hanya pintar, cerdas, jujur dan terkenal, namun juga seorang yang kreatif.Di perlukan orang orang yang berjiwa kreatif untuk duduk di rimba raya kekuasaan negeri ini demi menjawab kesulitan kesulitan bangsa ini. Sesulit apa pun kesulitan jika dihadang dengan kreativitas yang tinggi maka akan melunaskan segala persoalan.

Gaya berpikir gabungan seniman dan entrepenur, salah satu alternatif, karena memiliki jiwa kreatifitas tingkat tinggi.Tinggal bagaimana memberi kesempatan kepada insan insan kreatif tersebut untuk turut serta memberikan andilnya.

Bagi orang yang menggunakan kreatifitasnya, maka makin sesulit apa pun persoalan, justru semakin cerdas jawaban yang akan ditemukannya.Kita tidak boleh menyerah.Tetap optimis dan dinamis.Tuhan membenci keputus asaan.Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan jika kita mau bertarung sungguh sungguh.Kerap diperlukan pengorbanan.Tapi yakinlah akan ada janji dan perubahan menanti di depan.

Menghadapinya dengan rentetan ketekunan tentu saja diserta iringan doa, insya allah negeri ini akan semakin maju, besar dan tentu saja makin mensejahterahkan rakyatnya.

Saya percaya, dengan otak yang kreatif, jiwa yang kreatif, bangsa ini mampu mensejahterahkan rakyatnya.

tabik, sekian dulu, lain kali disambung lagi.

Senin, Desember 08, 2008

Surat Buat Ben

Terima kasih Bung Ben Baharuddin Nur yang telah memberi catatan penting kepada saya.Catatan anda merupakan lampu kuning bagi saya agar tetap menjaga intergritas sebagai sesama pekerja panggung...Teater adalah rumah kere bagi kita.Meski kere kami tetap mampu menjadi kaya karena di dalamnya ada anugerah kreativitas, yang telah membetot kita dalam perjalanan belahan zaman, sehingga mampu menembus malam malam panjang yang sunyi, malam malam yang penuh lapar dan dahaga.

Saya meyakini, panggung kesenian dengan sejumlah senimannya yang kebanyakan tetap kere, meski berada di ruang sempit, di tengah perdebatan ekonomi global, sosial, politik dan bahkan pertahanan keamanan, mampu memberikan pencerahan, berperan serta memajukan negeri ini.Panggung panggung teater, dengan aktor aktor nya yang sunyi, adalah juga anak anak bangsa yang siap mengibarkan bendera kemuliaan bangsa ini.

Ada sudut pandang bagi kami yang berlatar belakang seniman, melihat pergulatan yang terjadi.Dan hati ini pun terpanggil untuk berada di rimba pengabdian yang bernama belantara politik.Tentu bukan perkara mudah menunaikan cita cita yang ada di hati, tapi yang terpenting, saya ingin berada dalam "ring" itu untuk ikut bertarung.Agama menyebut "Sebaik baik manusia adalah saat kita mampu bermanfaat lebih banyak bagi orang lain" semoga saya dapat melunaskan cita cita tersebut.
Terima kasih saudaraku Ben yang telah memberikan respon.

Egy massadiah